Sabtu, 30 Mei 2015

#PsikologiKesehatanMental

Fenomena Child Abuse


Didalam psikologi, dikenal perilaku- perilaku menyimpang dari perilaku yang normal sebagai gejala dari gangguan mental. Penyimpangan perilaku ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan psikis pada orang yang bersangkutan. Tetapi bisa juga disebabkan adanya stressor yang dari luar maupun lingkungan yang mempengaruhi.Gangguan mental seringkali bersifat fisik contohnya pecandu narkoba bisa menjadi agresif curiga dsb, tergantung dia memakai narkoba yang digunakannya, namun bisa murni gangguan psikologis ( mental ) misalnya depresi berat karena putus cinta atau gagal masuk perguruan tinggi negeri.
Maka dari itu saya akan membahas kesehatan mental tentang fenomena depresi. Apa yang dimaksud dengan depresi? Apa penyebab depresi? dan perawatan apa sih untuk menangani depresi? nah simak ya semoga mengerti


Menurut sarlito sarwono (2012) depresi disebut juga dengan unipolar disorder cirinya adalah low mood yaitu perasaan murung, kehilangan gairah untuk melakukan hal hal yang dilakukannya. Bisa terjadi sekali, sebentar, sering, selama hidup, bisa mendadak berat.


depresi pada orang normal dapat diartikan sebagai keadaan murung (kesedihan , patah hati, dan patah semangat) yang ditandai dengan rasa tidak puas, menurunya aktivitas, dan pesimisme di dalam mengadapi masa datang. Sedangkan depresi secara abnormal dapat diartikan sebagai ketidakmampuan yang ekstrim untuk merespon stimulus dan disertai menurunnya nilai diri, ketidakmampuan, delusi dan putus asa. (Chaplin, 1995)

Misalkan studi kasusnya pada saat pemilu banyak yang ingin menjadi caleg atau ketua dprd. Jika tidak dapat mereka bisa stress dan depresi bahkan bisa gila dikarenakan banyak yang dikeluarkan ( uang, barang, dsb) untuk menjadi seorang caleg.


Dari contoh kasus tersebut disebabkan dari standar tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada pencapaian dan kepuasaan akan diri. Akan tetapi saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi mereka kemungkinan untuk gagal lebih tinggi. Harapan yang terlalu tinggi. Masalah yang kecil terlalu dibesar- besarkan, melakukan penilaian yang salah. Mereka menentukan standar yang tidak realistis dan sangat tinggi, sehingga pencapaian pribadipun dinilai sebuah kegagalan. Cenderung memperlakukan diri dengan buruk karena keterbatasan mereka, dan tidak puas diri. Kegagalan inilah yang menyebabkan seseorang depresi. Bandura (1986,1997) yakin bahwa depresi diffunsi terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri : 1. Observasi diri, 
2. Proses penilaian, 
3. Reaksi diri.

Perawatan untuk menangani seseorang yang depresi adalah jika depresi itu murni tidak diperlukan perawatan, depresi ini terjadi sesekali, sebentar dan ringan. misalkan remaja yang tidak boleh malam mingguan oleh orang tuanya. Depresi yang memerlukan perawatan adalah depresi yang lama dan berat seperti contoh kasus yang tadi sehingga menggangu kehidupan sosial orang yang bersangkutan, termasuk menggangu pekerjaan, pelajaran atau pergaulan. Biasanya dilakukan psikoterapi atau psikiater untuk memberikan obat anti depresan. Namun dukungan dari sekitar, keluarga dan masyarakatlah sangat membantu dalam mengurangi maupun menghilangkan depresi. dengan berbagi cerita masalah kehidupannya. Saling mengerti dan memahami satu sama lain. Dan sebagainya.

Depresi adalah penyakit suasana hati. Jika hati sedang kalut sedih dan depresi bisa menyebabkan aktivitas terganggu, mentalnya turun dan kesehatan maupun jiwanya akan ikut juga terganggu. depresi menyebakan hidup ini tidak ada gunanya, bahkan dapat membunuh diri sendiri entah dengan bunuh diri maupun narkoba. maka bersihkan diri anda dari penyakit depresi jagalah mental anda rajinlah olahraga jika ingin badan dan tubuh yang sehat. Karena “ mensana in conpore sano” didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”



Sumber Refrensi :
Feist, Jess. Feist,Gregory J. (2011) Teori Kepribadian 2. Jakarta: Salemba Humanika
Sarwono, Sarlito W. (2012) Pengantar Psikologi Umum. Cet 4. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

#PsikologiKesehatanMental

 Hubungan antara kesehatan mental dan emosional



Apa itu Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional terdiri dari dua kata, yaitu kecerdasan dan emosi. Kecerdasan adalah suatu kemampuan umum dari seseorang dalam hal bagaimana dia memecahkan masalah hidupnya sehari-hari. Kecerdasan juga erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Sedangkan emosi berasal dari bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, ‘kegembiraan’ dan dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) ‘luar’ dan movere‘bergerak’. Secara umum emosi adalah perasaan intens yang dikeluarkan/ditujukan kepada seseorang sebagai reaksi dari suatu kejadian, baik senang, marah, ataupun takut. Jadi, kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap ‘teranaktirikan’ dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

Kesehatan Mental itu

Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)Berbagai kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) menyambut baik definisi ini. Seseorang dikatakan bermental sehat bila terhindar dari gangguan atau penyakit jiwa, yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada diri seseorang dan bila gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenia dan  hysteria. Adapun orang yang sakit jiwa biasanya akan memiliki pandangan berbeda dengan orang lain inilah yang dikenal dengan orang gila. Kesehatan mental adalah: kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat sera lingkungan tempat ia hidup.



Hubungan Kesehatan mental dengan Kecerdasan Emosional
orang yang mempunyai kesehatan mental pasti juga memiliki kecerdasan secara emosional sehingga dia dapat berhubungan sosial dengan orang banyak dan orang yang mempunyai kecerdasan emosional adalah orang yang dapat menguasai dirinya agar terhindar dari tekanan perasaan atau hal – hal yang menyebabkan dia frustasi dengan kehidupannya. orang yang cerdas secara emosional ada orang yang akan merasakan kebahagiaan dalam hidup karena tidak diliputi dengan perasaan-perasaan cemas, gelisah, dan ketidakpuasan. Sebaliknya akan memiliki semangat yang tinggi dalam menjalani hidupnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, harus lebih dahulu mengenal diri sendiri, menerima apa adanya, bertindak sesuai kemampuan dan kekurangan. Ini bukan berarti  harus mengabaikan orang lain.


Sumber:
Dwinanda, Ferri. 2009. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Karyawan Pemasaran Perusahaan Perbankan ”XxX” Tangerang. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonusa Esa Unggul: Jakarta.
Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Goleman, Daniel. 2004. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting Daripada
IQ, Terjemahan oleh T. Hermaya. 2004. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.